Jumat, 16 Juli '10

air mata turun seiring hujan pagi ini
dinginnya hembusan angin menambah suasana sedih dihati
sembab.
hanya lensa cekung ini yang menolong menutupi bukti bukti luka malam itu
hanya buku tebal yang menemani tertunduk seharian dalam bekunya udara ruangan
hanya sweater hangat yang menghapus tetesan air mata tak tertahan

dari kejauhan aku melihatnya 
walau samar musatahil tak mengenalinya
dari kejauhan aku melihatnya
melintas dengan gaya jalan yang khas menunjukan kepercaya dirian seorang pemimpin
dari kejauhan aku melihatnya 
tubuh berbalut busana coklat sama seperti yang ku kenakan
dari kejauhan aku melihatnya 
alasan kenapa air mata ini membanjiri semenjak semalam

tak kunjung menghampiri
harapan pun pupus terhirup nafas manusia sekitar
perlahan larut dalam tawa dusta dibalik kesedihan

dari kejauhan aku melihatnya
berdiri tegap bersandar balok kayu
dari kejauhan aku melihatnya
wajah tampan datar tanpa ekspresi tersirat
dari kejauhan aku melihatnya
perlahan menghampiri membuat hati ini mencapai surganya


dibalas singkat senyum ini dengan alis yang diangkat
walau datar, kejengkelan itu tersirat
walau datar, rasa marah itu jelas tampak
walau datar, berusaha menutupinya tetap saja terlihat

rindu sekali melihat lengkungan indah di bibirnya
lengkungan yang membuat hati ini terbang ke setinggi tingginya langit
lengkungan yang ironisnya tak kudapatkan hari ini
ingin rasanya berlari menghambur padanya mengucap kalimat sejuta cinta
menghujani dengan beribu ribu kasih sayang
bahkan semua itupun belum pantas bagiku menerima maaf darinya
terlambat sudah menyesali keegoisanku
bibir ini telah lancang menikamnya
bukan dia alasan air mata tak terbendung
kebodohanku lah alasannya
berjalan dalam kesendirian, aku menangis sejadinya

16 Juli 2010
Amanda Shabrina Putri

No comments:

Post a Comment