air mata turun seiring hujan pagi ini
dinginnya hembusan angin menambah suasana sedih dihati
sembab.
hanya lensa cekung ini yang menolong menutupi bukti bukti luka malam itu
hanya buku tebal yang menemani tertunduk seharian dalam bekunya udara ruangan
hanya sweater hangat yang menghapus tetesan air mata tak tertahan
dari kejauhan aku melihatnya
walau samar musatahil tak mengenalinya
dari kejauhan aku melihatnya
melintas dengan gaya jalan yang khas menunjukan kepercaya dirian seorang pemimpin
dari kejauhan aku melihatnya
tubuh berbalut busana coklat sama seperti yang ku kenakan
dari kejauhan aku melihatnya
alasan kenapa air mata ini membanjiri semenjak semalam
tak kunjung menghampiri
harapan pun pupus terhirup nafas manusia sekitar
perlahan larut dalam tawa dusta dibalik kesedihan
dari kejauhan aku melihatnya
berdiri tegap bersandar balok kayu
dari kejauhan aku melihatnya
wajah tampan datar tanpa ekspresi tersirat
dari kejauhan aku melihatnya
perlahan menghampiri membuat hati ini mencapai surganya
dibalas singkat senyum ini dengan alis yang diangkat
walau datar, kejengkelan itu tersirat
walau datar, rasa marah itu jelas tampak
walau datar, berusaha menutupinya tetap saja terlihat
rindu sekali melihat lengkungan indah di bibirnya
lengkungan yang membuat hati ini terbang ke setinggi tingginya langit
lengkungan yang ironisnya tak kudapatkan hari ini
ingin rasanya berlari menghambur padanya mengucap kalimat sejuta cinta
menghujani dengan beribu ribu kasih sayang
bahkan semua itupun belum pantas bagiku menerima maaf darinya
terlambat sudah menyesali keegoisanku
bibir ini telah lancang menikamnya
bukan dia alasan air mata tak terbendung
kebodohanku lah alasannya
berjalan dalam kesendirian, aku menangis sejadinya
16 Juli 2010
Amanda Shabrina Putri
No comments:
Post a Comment